Desentralisasi menjadi sebuah
harapan bagi masyarakat untuk menggantikan sistem sentralisasi yang dinilai
buruk. Masyarakat daerah memiliki harapan besar dengan dibelakukankannya sistem
desentralisasi. Dengan adanya sistem desentalisasi rakyat memperoleh kesempatan
dan kebebasan untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga mereka secara
relatif melepaskan ketergantungannya terhadap bentuk-bentuk intervensi
pemerintah, termasuk didalamnya mengembangkan paradigma pembangunan yang
berorientasi pada ekonomi kerakyatan. Dalam konteks ini, eksploitasi sumber
daya dilakukan untuk kepentingan masyarakat luas, dilakukan oleh masyarakat
lokal. Sistem desentralisasi memiliki tujuan-tujuan yang sangat baik bagi pemerintahan
daerah. Tercapainya tujuan desentrasisai inilah yang menjadi harapan bagi
masyarakat daerah.
Pada kenyataannya pelaksanaan sistem
desentralisasi masih menuai banyak
permasalahan. Pemimpin daerah telah berkhianat dengan daerahnya sendiri. Para
pemimipin daerah bukannya mengembangkan potensi daerah namun mengurasnya bukan
untuk kepentingan masyarakat namun kepentinnganya dan kelompoknya semata. Korupsi
yang awalnya terjadi pada Pemerintah pusat bergeser ke daerah. Banyak pejabat
daerah yang masih mempunyai kebiasaan menghambur-hamburkan uang rakyat untuk ke
luar Negeri dengan alasan studi banding. Dengan adanya otonomi daerah
memberikan kewenangan yang sangat penting bagi kepala daerah. Hal ini juga menyebabkan adanya kedekatan
pribadi antara kepala daerah dan pengusaha yang ingin berinvestasi di daerah.
Dengan begitu maka akan terjadi pemerasan dan penyuapan. Para pemimpin daerah
masih meniru kepemipinan ala sentralisasi
Pada dasarnya desentralisasi
merupakan sistem yang sangat baik untuk diterapkankan sesuai dengan Pasal 18 UUD 1945 menyebutkan
bahwa Indonesia adalah Negara Kesatuan yang terdesentralisasi. Desentralisasi
menurut berbagai pakar memiliki segi positif, diantaranya : secara ekonomi,
meningkatkan efisiensi dalam penyediaan jasa dan barang publik yang dibutuhkan
masyarakat setempat, megurangi biaya, meningkatkan output dan lebih efektif
dalam penggunaan sumber daya manusia. Secara politis, desentralisasi dianggap
memprkuat akuntabilitas, political skills dan integrasi nasional.
Desentralisasi lebih mendekatkan pemerintah dengan masyarakatnya,
memberikan/menyediakan layanan lebih baik, mengembangkan kebebasan, persamaan
dan kesejahteraan (Smith, 1985).
Namun pada kenyataan pemahaman
terhadap desentralisasi dan otonomi daerah masih kurang. Pemerintah pusat dan
Pemerintah daerah masih belum memaksimalkan perannya dalam Pemerintahan.
Mentalitas dari aparat Pemerintah baik pusat maupun daerah masih belum
mengalami perubahan yang mendasar. Hal ini terjadi karena perubahan sistem
tidak dibarengi penguatan kualitas sumber daya manusia yang menunjang sistem
Pemerintahan yang baru. Pelayanan publik yang diharapkan, yaitu birokrasi yang
sepenuhnya mendedikasikan diri untuk untuk memenuhi kebutuhan rakyat sebagai pengguna
jasa adalah pelayanan publik yang ideal. Untuk merealisasikan bentuk pelayanan
publik yang sesuai dengan asas desentralisasi diperlukan perubahan paradigma
secara radikal dari aparat birokrasi sebagai unsur utama dalam pencapaian tata
Pemerintahan lokal. Desentralisasi hanya menjadi arena yang nyaman bagi elit
politik dan penguasa lokal. Karena, mereka bisa merestorasi kekuasaan politik
dan meneguhkan penguasaan mereka atas sumber daya sosial dan ekonomi.
Desentralisasi telah menyediakan arena yang otonom bagi kelompok itu, sehingga
menjadi struktur peluang bagi optimalisasi kepentingan dan keuntungan mereka Oleh
karena itu, tidak mengherankan jika implementasi desentralisasi dalam 10 tahun
terakhir didominasi oleh cerita sukses konsolidasi oligarki lokal, baik di
arena politik, sosial maupun ekonomi. Wujud ketidaksuksesan desentralisasi dan
otonomi daerah telah menunjuk pada ketidakpastian aturan main (rules of the
game). Hal ini akhirnya berdampak pada biaya ekonomi tinggi (high cost economy)
untuk penyediaan layanan publik dan pembangunan ekonomi daerah. Sejumlah studi
di negara maju dan berkembang menunjukkan berlakunya undang-undang
desentralisasi dan otonomi daerah telah mendorong pelaksanaan akuntabilitas
secara horizontal.
Agar otonomi daerah dapat
dilaksanakan sejalan dengan tujuan yang hendak dicapai, Pemerintah wajib
melakukan pembinaan yang berupa pemberian pedoman seperti dalam penelitian,
pengembangan, perencanaan dan pengawasan. Di samping itu diberikan pula
standar, arahan, bimbingan, pelatihan, supervisi, pengendalian, koordinasi,
pemantauan dan evaluasi. Bersamaan dengan itu, Pemerintah wajib memberikan
fasilitasi berupa pemberian peluang, kemudahan, bantuan, dan dorongan kepada
daerah agar dalam melaksanakan otonomi dapat dilakukan secara efisien dan
efektif sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Keberhasilan pelaksanaan
desentralisasi akan sangat tergantung pada desain, proses implementasi,
dukungan politis baik pada tingkat pengambilan keputusan di masing-masing
tingkat pemerintahan, maupun masyarakat secara keseluruhan, kesiapan
administrasi pemerintahan, pengembangan kelembagaan dan sumber daya manusia,
mekanisme koordinasi untuk meningkatkan kinerja aparat birokrasi, perubahan
sistem nilai dan perilaku birokrasi dalam memenuhi keinginan masyarakat
khususnya dalam pelayanan sektor publik.
Sumber
M.
Simanjuntak , Kardin. Juni
2015, “Implementasi Kebijakan
Desentralisasi Pemerintahan di Indonesia”. Jurnal
Bina Praja. Volume 7, Nomor 2, http://binaprajajournal.com/ojs/index.php/jbp/article/download/38/35/
Kusnu Goesniadhie, S. Januari 2012 “ Analisis Mewujudkan
Desentralisasidan Otonomi Daerah”. https://kgsc.wordpress.com/2012/01/27/analisis-mewujudkan-desentralisasi-dan-otonomi-daerah/