Sabtu, 18 Juni 2016

PERBANDINGAN SISTEM PEMILU DI INDONESIA DENGAN KANADA

ABSTRAK
Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan sistem pemilu Indonesia dengan Kanada. Sistem Pemilihan Umum adalah metode yang mengatur dan memungkinkan warga negara memilih para wakil rakyat diantara mereka sendiri. Sistem pemilu  Pemilihan umum adalah sebuah konsekuensi dari pemerintahan yang menganut sistem demokrasi. Sistem pemilihan umum yang di anut oleh Indonesia adalah sistem pemilihan Proporsional sedangkan sistem pemilihan umum yang di anut di Kanada menganut sistem distrik. Pemilihan umum melibatkan seluruh lapisan masyarakat suatu negara yang memiliki hak yang sama, yaitu setiap masyarakat yang telah memenuhi persyaratan dalam pemilu berhak untuk memilih dan dipilih dan hasilnya berdasarkan perolehan suara tertinggi, pemilihan umum dilakukan sebagai upaya untuk mencapai sebuah suara politik warga negara yang diharapkan nantinya menghasilkan berbagai kepentingan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
Kata Kunci: Sistem Pemilu ,  Indonesia, Kanada

PENDAHULUAN
Setiap negara memiliki sistem pemilihan umum yang berbeda. Perbedaan itu diakibatkan oleh berbedanya sistem kepartaian, kondisi sosial dan politik masyarakat, jumlah penduduk, jenis sistem politik, dan lain sebagainya. Sebab itu, pilihan atas sebuah sistem pemilihan umum menjadi perdebatan sengit di kalangan partai politik. Namun, apapun dasar pertimbangannya, sistem pemilihan umum yang ditetapkan harus memperhatikan serangkaian kondisi. Kondisi ini yang membimbing pemerintah dan partai politik guna menetapkan sistem pemilihan umum yang akan dipakai. Donald L. Horowitz menyatakan pemilihan sistem pemilihan umum harus mempertimbangkan hal-hal berikut:
1.       Perbandingan Kursi dengan Jumlah Suara
2.        Akuntabilitasnya bagi Konstituen (Pemilih)
3.       Memungkinkan pemerintah dapat bertahan
4.       Menghasilkan pemenang mayoritas
5.      Membuat koalisi antaretnis dan antaragama
6.      Minoritas dapat duduk di jabatan public
Pertimbangan yang diberikan Horowitz menekankan pada aspek hasil dari suatu pemilihan umum. Hal yang menarik adalah, sistem pemilu yang baik mampu membuat koalisi antaretnis dan antaragama serta minoritas dapat duduk di jabatan publik. Ini sangat penting di negara-negara multi etnis dan multi agama. Terkadang, minoritas agak terabaikan dan konflik antaretnis/antaragama muncul. Dengan sistem pemilu yang baik, kondisi ini dapat diredam menjadi kesepakatan antarpimpinan politik di tingkat parlemen. Konflik, sebab itu, dibatasi hanya di tingkat parlemen agar tidak menyebar di tingkat horizontal (masyarakat).


LANDASAN TEORI
Pengertian  Sistem Pemilu
      Dieter Nohlen mendefinisikan sistem pemilihan umum dalam dua pengertian, dalam arti luas dan dalam arti sempit. Dalam arti luas, sistem pemilihan umum adalah segala proses yang berhubungan dengan hak pilih, administrasi pemilihan dan perilaku pemilih. Dalam arti sempit sistem pemilihan umum adalah cara dengan mana pemilih dapat mengekspresikan pilihan politiknya melalui pemberian suara, di mana suara tersebut ditransformasikan menjadi kursi di parlemen atau pejabat publik.
      Menurut Matias Iaryczower and Andrea Mattozzi dari California Institute of Technology sistem pemilihan umum adalah menerjemahkan suara yang diberikan saat Pemilu menjadi sejumlah kursi yang dimenangkan oleh setiap partai di dewan legislatif nasional. Dengan memastikan bagaimana pilihan pemilih terpetakan secara baik dalam tiap kebijakan yang dihasilkan, menjadikan sistem pemilihan umum sebagai lembaga penting dalam demokrasi perwakilan.

Sistem Pemilu Proporsional
 Sistem pemilu proporsional merupakan system pemilihan yang memperhatikan proporsi atau perimbangan antara jumlah penduduk dengan jumlah kursi disuatu daerah pemilihan. Dengan system ini, maka dalam lembaga perwakilan, daerah yang memiliki penduduk lebih besar akan memperoleh kursi lebih banyak disuatu daerah pemilihan, begitupun sebaliknya. Sistem ini juga mengatur tentang proporsi antara jumlah suara yang diperoleh suatu partai politik untuk kemudian dikonversikan menjadi kursi yang diperoleh suatu parta politik tersebut. Dasar pemikiran Proporsional adalah kesadaran untuk menerjemahkan penyebaran suara pemilih bagi setiap partai menurut proporsi kursi yang ada di legislatif.

Sistem Pemilu Distrik
               Dalam sistem ini jumlah penduduk di suatu wilayah akan sangat berpengaruh terhadap wakilnya. Karena di sistem Distrik, daerah pemilihannya berbasis pada jumlah penduduk. Lalu dalam sistem ini pula daerah pemilihannya cenderung kecil karena hanya berupa distrik. Sehingga, jumlah daerah pemilihan akan sangat banyak, terutama jika diterapkan di negara yang wilayahnya sangat luas. Lalu, seorang caleg yang akan mewakili daerahnya haruslah berasal dan berdomisili di daerah pemilihan tersebut. Jika ada caleg yang berasal dari luar daerah akan cukup sulit untuk mendapatkan suara, karena masyarakat kurang mengenalnya. Jadi, seorang caleg haruslah memiliki kualitas dan tingkat kepopuleran yang cukup tinggi. Dalam sistem ini cenderung mengarah pada sistem disentralisasi karena wakilnya sangat loyal kepada partai maupun pemilihnya.




PEMBAHASAN

Sistem Pemilihan Umum Indonesia
            Sistem pemilihan umum yang di anut oleh Indonesia dari tahun 1945-2009 adalah sistem pemilihan Proporsional,  adanya usulan sistem pemilihan umum Distrik di indonesia yang sempat diajukan, ternyata di tolak. Pemilu-pemilu paska Soeharto tetap menggunakan sistem proporsional dengan alasan bahwa sistem ini dianggap sebagai sistem yang lebih pas untuk Indonesia. Hal ini berkaitan dengan tingkat kemajemukan masyarakat di Indonesia yang cukup besar. Terdapat kekhawatiran ketika sistem distrik di pakai akan banyak kelompok-kelompok yang tidak terwakili khususnya kelompok kecil. Disamping itu sistem pemilu merupakan bagian dari apa yang terdapat dalam UU Pemilu 1999 yang di putuskan oleh para wakil yang duduk di DPR. Para wakil tersebut berpandangan bahwa sistem proporsional itu lebih menguntungkan dari pada sistem distrik. Sistem proporsional tetap dipilih menjadi sistem pemilihan umum di Indonesia bisa jadi sistem ini yang akan terus di pakai. hal ini tak lepas dari realitas yang pernah terjadi di negara-negara lain bahwa mengubah sistem pemilu itu merupakan sesuatu yang sangat sulit perubahan itu dapat memungkinkan jika terdapat perubahan politik yang radikal. Di Indonesia sendiri sistem Proporsional telah mengalami perubahan-perubahan yakni dari perubahan proporsional tertutup menjadi sistem proporsional semi daftar terbuka dan sistem proporsional daftar terbuka.
            Pasca pemerintahan Soeharto 1999, 2004 dan 2009 terdapat  perubahan terhadap sistem pemilu di Indonesia yakni terjadinya modifikasi sistem proporsional di indonesia, dari proporsional tertutup menjadi proporsional semi daftar terbuka. Dilihat dari daerah pemilihan terdapat perubahan antara pemilu 1999 dengan masa orde baru. pada orde baru yang menjadi daerah pilihan adalah provinsi, alokasi kursinya murni di dasarkan pada perolehan suara di dalam satu provinsi, sedangkan di tahun 1999 provinsi masih sebagai daerah pilihan namun sudah menjadi pertimbangan kabupaten/kota dan alokasi kursi dari partai peserta pemilu didasarkan pada perolehan suara yang ada di masing-masing provinsi tetapi mulai mempertimbangkan perolehan calon dari masing-masing kabupaten /kota. Pada pemilu 2004 daerah pemilihan tidak lagi provinsi melainkan daerah yang lebih kecil lagi meskipun ada juga daerah pemilihan yang mencangkup satu provinsi seperti Riau, Jambi, Bengkulu, Bangka Belitung, kepulauan Riau, Yogyakarta, Bali, NTB, semua provinsi di Kalimantan, Sulawesi Utara  dan Tenggara, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Irian Jaya Barat. masing-masing daerah pilihan mendapat jatah antara 3-12 kursi. Pada pemilu 2009 besaran daerah pemilihan untuk DPR diperkecil antara 3-10. Perbedaan lain berkaitan dengan pilihan terhadap kontestan. pada pemilu 1999 dan orde baru para pemilih cukup memilih tanda gambar kontestan pemilu. pada tahun 2004 para pemilih boleh mencoblos tanda gambar kontestan pemilu dan juga mencoblos calonnya. hal ini dimaksudkan agar pemilih dapat mengenal dan menetukan siapa yang menjadi wakil di DPR dan memberikan kesempatan pada calon yang tidak berda di nomor atas untuk terpilih asalkan memenuhi  jumlah bilangan pembagi pemilih (BPP), dikatakan perubahan proporsional ini semi daftar terbuka karena penentuan siapa yang akan mewakili partai didalam perolehan kursi di DPR/D tidak didasarkan para perolehan suara tebanyak melainkan tetap berdasarkan nomor urut, kalupun di luar nomer urut harus memiliki suara yang mencukupi BPP.
            Sistem proporsional semi daftar terbuka sendiri pada dasarny merupakan hasil sebuah kompromi. dalam pembahasan RUU mengenai hasil pemilu pada 2002, PDIP, GOLKAR, PPP terang-terangan menolak sistem daftar terbuka, dikarenakan penetuan caleg merupakan hak partai peserta pemilu. memang jika diberlakukannya sistem daftar terbuka akan mengurangi otoritas partai di dalam menyeleksi caleg mana saja yang di pandang lebih pas duduk di DPR/D. tetapi tiga partai itu akhirnya menyetujui perubahan hanya saja perubahannya tidak terbuka secara bebas melainkan setengah terbuka. perubahan-perubahan disain kelembagaan seperti itu pada kenyataannya tidak membawa perubahan yang berarti. ada beberapa penyebab diantaranya yaitu : pada kenyataannya para pemilih tetap lebih suka memilih tanda gambar dari pada menggabungkannya dengan memilih calon  yang ada di dalam daftar pemilih karena lebih mudah. selain itu, di lihat dari tingkat keterwakilan masih mengandung masalah. permasalahan ini khususnya berkaitan dengan perbandingan jumlah suara dengan jumlah alokasi kursi di DPR/D kepada partai-partai. di sisi lain juga nilai BPP antara daerah pemilihan yang satu dengan daerah pemilihan yang lain memiliki perbedaan. mengingat sistem. hal ini terkait dua hal yakni pertama terdapat upaya untuk mengakomodasi gagasan adanaya keterwakilan yang berimbang antara Jawa dan luar Jawa, kedua secara kelembagaan terdapat keputusan bahwa satu daerah pemilihan mininal memiliki 3 kursi. implikasinya adalah terdapatnya daerah pemilih bahwa BPP nya berada di bawah rata-rata BPP  nasional tetapi ada juga yang berada dia atas BPP  nasional.
           
Sistem Pemilihan Umum Kanada
            Pemilihan umum di Kanada menganut sistem distrik dimana sistem ini didasarkan pada kesatuan geografis. Tiap-tiap kesatuan memiliki satu wakil di House of Commons (DPR). Jika calon yang berada dalam distrik memperoleh suara terbanyak menang maka suara-suara lain yang ditujukan terhadap calon-calon lainnya dalam distrik tersebut dinggap hilang dan tidak dihitung. Sebagai negara commonwealth, Kanada juga menggunakan metode sistem monarki untuk memilih kepala negaranya. Dalam hal ini, ditunjuk seorang Gubernur Jenderal sebagai kepala negara yang merupakan wakil ratu Inggris di Kanada. Gubernur Jenderal dipilih atas nasihat perdana menteri secara monarki. Sedangkan perdana menteri diangkat oleh Gubernur Jenderal dan biasanya memimpin partai politik yang memegang kursi terbanyak dalam majelis perwakilan rendah.
            Pemilihan umum di Kanada hanya memilih anggota parlemen. Partai politik yang memiliki kursi terbanyak atau mendapat dukungan terbanyak di The House of Commons dapat membentuk pemerintahan, dan pemimpin partainya dapat menjadi seorang Perdana Menteri. Dalam sistem pemilu parlemen seperti ini, terbentuknya pemerintahan Kanada sangat begantung terhadap apa yang terjadi di House of Commons. Ketika salah satu partai politik mendapat mayoritas suara dan mayoritas kursi di House of Commons maka partai tersebut menguasai pemerintahan secara penuh. Namun, sejak tahun 1921 pemerintahan di Kanada selalu bersifat mayoritas semu atau minorita dan tidak pernah berbentuk koalisi. Pemerintahan mayoritas semu adalah pemerintahan yang yang dibentuk oleh partai politik yang memperoleh suara mayoritas di House of Commons namun tidak mendapat suara mayoritas di masyarakat. Pemerintah minoritas dibentuk oleh partai politik yang walaupun tidak  memiliki jumlah kursi mayoritas tetapi memperoleh dukungan dari House of Commons lebih banyak dari partai-partai lain.
            Mengenai pemerintah minoritas, Gubernur Jenderal memilih pemimpin partai terbesar untuk memimpin pemerintahan sebagai Perdana Menteri. Namun, untuk mempertahankan pemerintah minoritas yang stabil Perdana Menteri dan partai politiknya memerlukan dukungan dari partai politik lain di House of Commons. Hung Parliament atau parlemen yang tidak memiliki partai politik dengan kursi mayoritas pun semakin sering terjadi akibat perubahan dari sistem dua partai menjadi sistem multipartai dimana tidak ada satu pun partai politik yang dapat menguasai kursi mayoritas di House of Commons. Hadirnya partai baru yakni Block Quebecois diluar partai besar yang lebih lebih dulu ada yakni Partai Konservatif dan Partai Liberal merubah tatanan politik di Kanada yang kemudian membuat kedua partai politik tersebut sulit untuk memperoleh suara mayoritas di House of Commons sehingga sejak tahun 1921, 24 dari 26 kali pemilihan umum selalu menghasilkan pemerintah minoritas atau mayoritas semu.
            Semua warga negara Kanada memiliki hak yang sama untuk memilih wakil-wakil parlemen mereka. Undang-undang pemilihan Kanada memberi tanggung jawab kepada ketua penyelenggara pemilihan umum untuk menginformasikan kepada masyarakat tentang sistem pemilihan umum dan hak-hak yang dimiliki individu dalam pemilihan umum dan juga untuk mempermudah masyarakat dalam mengakses informasi mengenai pemilihan umum. Informasi ini dapat tersebar melalu media massa, baik cetak maupun media elektronik. Selama pemilihan umum, panitia pemilihan umum memberi informasi kepada masyarakat tentang tata cara pemilihan umum, bagaimana terdaftar dalam daftar pemilih dan dimana mereka melakukan pemilihan umum.
            Salah satu tugas panitia pemilihan umum di Kanada adalah mengatasi hambatan-hambatan dalam penyelenggaraan pemilihan umum terutama terhadap sejumlah masyarakat yang tidak dapat melakukan pemilihan umum. Para pemilih yang sedang berpergian di luar Kanada tetap bisa melakukan pemilihan melalui surat suara khusus yang tersedia. Selain itu bagi pemilih yang tidak ingin melalukan pemilihan dengan pergi ke TPS (Tempat Pemungutan Suara) juga dapat melakukan pemilihan umum dengan menggunakan surat suara khusus. Para penyandang cacat dapat melakukan pemilihan umum di rumah di hadapan petugas pemilihan. Juga tersedia layanan pemilihan umum melalui telepon untuk pemilih yang tinggal di lembaga-lembaga tertentu seperti panti jompo untuk orang lanjut usia dan rumah penyandang cacat. Jika memungkinkan petugas pemilu di TPS berbicara dalam dua bahasa yakni Inggris dan Perancis. Selain itu petugas pemilu dapat menunjuk seorang wakil sebagai juru bahasa untuk dapat berkomunikasi dengan pemilih.
            Semua surat suara yang telah diisi dimasukan ke dalam sebuah kotak suara yang disediakan oleh panitia pemilu. Surat suara dan kotak suara dirancang sedemikian rupa untuk memastikan bahwa tidak seorang pun tahu kecuali pemilih sendiri tentang pilihan yang dibuat masing-masing pemilih. Penghitungan suara dilakukan secara manual di hadapan wakil setiap calon. Di dalam sistem penghitungan suara ini tidak ada mekanisme penggunaan alat eletronik yang terlibat.
            Pemilihan umum di Kanada di selengarakan setiap lima tahun sekali namun bisa dilaksanakan bila ada hal-hal yang menuntut dilakukannya pemiliham umum, dan selain itu juga kebanyakan anggota parlemen sebelum masa lima tahun berakhir. Ketika sebuah pemerintah kalah dukungan mayoritasnya pada sebuah pemilihan umum, pergantian pemerintahan terjadi.

Perbandingan Sistem Pemilu  Indonesia dan Kanada
            Perbandingan sistem pemerintahan Indonesia dengan Canada menyangkut beberapa segi antara lain pada tabel di bawah ini :
Indonesia
Kanada
• Dianggap lebih mewakili suara rakyat karena perolehan suara partai sama dengan persentase kursinya di parlemen.
• Setiap suara dihitung dan tidak ada yang terbuang, hingga partai kecil dan minoritas bisa mendapat kesempatan untuk menempatkan wakilnya di parlemen. Hal ini sangat mewakili masyarakat heterogen dan pluralis.
Kekurangan-kekurangan sistem proporsional diantaranya:
• Berbeda dengan sistem distrik, sistem proporsional kurang mendukung integrasi partai politik. Jumlah partai yang terus bertambah menghambat integrasi partai.
• Wakil rakyat kurang akrab dengan pemilihnya, tapi lebih akrab dengan partainya. Hal ini memberikan kedudukan kuat pada pimpinan partai untuk memilih wakilnya di parlemen.
• Banyaknya partai yang bersaing menyebabkan kesulitan bagi suatu partai untuk menjadi mayoritas. Hal ini menyebabkan sulitnya mencapai stabilitas politik dalam parlemen, karena partai harus menyandarkan diri pada koalisi.
• Sistem ini mendorong terjadinya integrasi antar partai, karena kursi kekuasaan yang diperebutkan hanya satu.
• Perpecahan partai dan pembentukan partai baru dapat dihambat, bahkan dapat mendorong penyederhanaan partai secara alami.
• Distrik merupakan daerah kecil, karena itu wakil terpilih dapat dikenali dengan baik oleh komunitasnya, dan hubungan dengan pemilihnya menjadi lebih akrab.
• Bagi partai besar, lebih mudah untuk mendapatkan kedudukan mayoritas di parlemen.
• Jumlah partai yang terbatas membuat stabilitas politik mudah diciptakan
Selain kelebihan-kelebihan tersebut, sistem ini juga memiliki kelemahan, diantaranya:
• Ada kesenjangan persentase suara yang diperoleh dengan jumlah kursi di partai, hal ini menyebabkan partai besar lebih berkuasa.
• Partai kecil dan minoritas merugi karena sistem ini membuat banyak suara terbuang.
• Sistem ini kurang mewakili kepentingan masyarakat heterogen dan pluralis.
• Wakil rakyat terpilih cenderung memerhatikan kepentingan daerahnya daripada kepentingan nasional.




PENUTUP
Kesimpulan
            Setiap negara memiliki sistem pemilihan umum yang berbeda. Perbedaan itu diakibatkan oleh berbedanya sistem kepartaian, kondisi sosial dan politik masyarakat, jumlah penduduk, jenis sistem politik, dan lain sebagainya. Sistem pemilihan umum yang di anut oleh Indonesia dari tahun 1945-2009 adalah sistem pemilihan Proporsional,adanya usulan sistem pemilihan umum Distrik di indonesia yang sempat diajukan, ternyata di tolak. Pemilu-pemilu paska Soeharto tetap menggunakan sistem proporsional dengan alasan bahwa sistem ini dianggap sebagai sistem yang lebih pas untuk Indonesia. Hal ini berkaitan dengan tingkat kemajemukan masyarakat di Indonesia yang cukup besar.
            Sistem pemilihan umum di Kanada menganut sistem distrik dimana sistem ini didasarkan pada kesatuan geografis. Tiap-tiap kesatuan memiliki satu wakil di House of Commons (DPR). Jika calon yang berada dalam distrik memperoleh suara terbanyak menang maka suara-suara lain yang ditujukan terhadap calon-calon lainnya dalam distrik tersebut dinggap hilang dan tidak dihitung. Sebagai negara commonwealth, Kanada juga menggunakan metode sistem monarki untuk memilih kepala negaranya. Dalam hal ini, ditunjuk seorang Gubernur Jenderal sebagai kepala negara yang merupakan wakil ratu Inggris di Kanada. Gubernur Jenderal dipilih atas nasihat perdana menteri secara monarki. Sedangkan perdana menteri diangkat oleh Gubernur Jenderal dan biasanya memimpin partai politik yang memegang kursi terbanyak dalam majelis perwakilan rendah.





DAFTAR PUSTAKA
Budiardjo Miriam, 2008, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama.
Marijan Kacung, 2010, Sistem Politik Indonesia, Jakarta, Kencana .
Donita, “sistem pemilu di Indonesia”. http://donitadn083.blogspot.com/. Diunduh 14 Juni 2016
Izzuddin Yusuf, “Sistem Pemilu”.  http://izudinjosep.blogspot.com/2012/06/ sistem-pemilu.html#!/2012/06/sistem-pemilu.html. Diunduh 14 Juni 2016
Okta Abid, “Membincang electoral threshold”. http://infotakalar.irsyadi.com/ opinidtl.php?recordID=57. Diunduh 14 Juni 2016
Suci Rahayu Ningsih, “Sistem Pemilihan Umum di Indonesia”.  http://suci.blog. fisip.uns.ac.id/2012/04/20/32/. Diunduh 14 Juni 2016
Tia Satriana, “Sistem Pemilu yang Berlaku di Indonesia”. https://tahusakti. wordpress.com/2013/04/12/sistem-pemilu-yang-berlaku-di-indonesia/. Diunduh 14 Juni 2016
zakya scitter, “Makalah Sistem Pemilihan Umum di Dunia”. http://zakyascitter1. blogspot.com/2013/03/makalah-sistem-pemilihan-umum-di-dunia2163.html.Diunduh 14 Juni 2016

2 komentar:

  1. Do you realize there's a 12 word sentence you can communicate to your crush... that will trigger deep feelings of love and instinctual appeal for you deep inside his heart?

    That's because deep inside these 12 words is a "secret signal" that fuels a man's impulse to love, adore and protect you with all his heart...

    12 Words That Trigger A Man's Desire Response

    This impulse is so built-in to a man's brain that it will make him work harder than ever before to love and admire you.

    As a matter of fact, fueling this mighty impulse is absolutely important to having the best ever relationship with your man that the instance you send your man one of these "Secret Signals"...

    ...You will immediately find him open his mind and heart to you in a way he never experienced before and he'll recognize you as the one and only woman in the world who has ever truly interested him.

    BalasHapus
  2. Casino Games App ▷ Download for Android (.apk) & iPhone
    › Casino-Games-App › Casino-Games-App Casino Games App Download & Install for Android · Casino Games App Download · Casino Games App (1) 서울특별 출장샵 · Casino Games App · Casino 여주 출장샵 Games 아산 출장샵 App (1) · Casino Games 원주 출장마사지 App (1) · 안산 출장샵 Casino Games App (2)

    BalasHapus